17 - 20 SEPTEMBER 2025

Jakarta International Expo, Jakarta - Indonesia

Investasi Baterai Kian Murah, Bisa Bersaing dengan Listrik Fosil?

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menyatakan belanja modal atau capital expenditure (capex) baterai makin murah, sehingga harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan teknologi penyimpanan energi baterai atau battery energy storage system (BESS) bisa kian ekonomis.

EVP Aneka Energi Terbarukan PLN Zainal Arifin mengatakan capex baterai per kWh sebelumnya berada di angka US$200/KWh—US$500/KWh. Namun, saat ini berada di angka US$100/KWh.

Dengan demikian, ketika capacity factor PLTS yang menggunakan BESS tinggi, capex-nya akan makin menandingi sejumlah pembangkit seperti pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan seperti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

“Sebetulnya, kalau pun sekarang kita mau masuk ke situ, baterai ini sudah bisa kita pakai untuk mengurangi perannya pembangkit kayak pembangkit gas maupun diesel. Itu sudah mulai ekonomis sebetulnya. Makanya kita masih nunggu RUPTL,” kata Zainal saat ditemui di sela acara EESA Summit Indonesia, dikutip Rabu (30/4/2025).

Ketika Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) diresmikan, Zainal menyebut ke depannya akan banyak proyek baterai dengan skala besar untuk dikombinasikan dengan PLTG maupun PLTD pada saat beban puncak.

Dia mencontohkan seperti di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) di mana PLN masih banyak menyewa diesel.

“Itu bisa dikurangi kalau kita pakai baterai. Baterainya diisi saja sama PLTU yang ada di situ. Totally itu akan lebih murah daripada kita menghidupkan diesel, selain mengurangi impor BBM,” ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) Andhika Prastawa mengatakan harga listrik yang dihasilkan PLTS dengan menggunakan teknologi baterai berada pada kisaran US$8—US$10 sen/KWh.

“Kalau mau diukur secara kasar, suatu PLTS membangun listrik itu sekarang bisa di angka US$4 sen per kilowatt hour, per kilowatt jam,” ujar Andhika dalam kesempatan yang sama.

Andhika menuturkan tarif tersebut cukup menarik dan dapat bersaing dengan beberapa pembangkit listrik yang berbasis pada energi fosil seperti PLTD.

Diketahui, tarif listrik yang dihasilkan oleh PLTD di beberapa wilayah seperti di Maluku berada di angka US$40—US$50 sen per KWh atau jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga listrik yang berasal dari PLTS dengan teknologi baterai.

“Sehingga ini sudah cukup menarik karena tarif listrik kita itu di US$10 sen, Rp 1.400 biasanya itu sudah cukup menarik,” ujarnya.

Meski begitu, Indonesia perlu mengembangkan industri baterai di dalam negeri untuk menghindari ketergantungan terhadap impor. Pasalnya, mayoritas teknologi baterai yang digunakan di sejumlah PLTS di Indonesia berasal dari China.

Andhika menyebut pembangunan industri baterai di dalam negeri selain mengurangi ketergantungan impor juga menjaga harga dari produk tersebut stabil.

“Kalau pasar globalnya permintaan baterainya naik, tentu kan harganya bisa naik lagi ya,” ucapnya.

Source: bloombergtechnoz.com